Rasa tersiksa kian mengikat diri
terbelenggu dalam rengkuhan yang kelam.
Cahaya pun enggan menatapku lagi,
menyisakan bayang yang menjerit dalam diam.
Hatiku—reruntuhan dari janji yang hancur,
menyimpan abu dari cinta yang terbakar.
Langkahku terseret di jalan retak,
di mana harapan hanya gema tanpa arah.
Aku tersenyum pada luka yang tak sembuh,
menyambut sepi seperti sahabat lama.
Sebab di balik setiap tangis yang rapuh,
ada kenangan yang tak rela padam di dada.
Dan kini, aku tak lagi mencari arti,
sebab arti pun telah mati di matamu.
Segalanya menjadi sunyi yang abadi,
tempat aku dan bayangmu melebur tanpa waktu.
Cinta ini bukan lagi doa—melainkan kutuk,
yang menahan rohku di antara hidup dan lenyap.
Jika surga adalah lupa,
biarlah aku tinggal di neraka kenanganmu.
Aku bukan lagi aku,
hanya sisa dari nama yang pernah kau sebut dengan lembut.
Dan setiap hembus napas yang tersisa,
adalah peringatan bahwa mencintaimu
adalah cara paling indah untuk binasa.
Comments
Post a Comment